Aniliena
Minggu pagi kemaren, saya dan suami berniat merapikan kembali isi lemari pakaian kami sekaligus memilah pakaian-pakaian yang sudah tidak terpakai oleh kami lagi namun masih layak pakai. Nantinya pakaian-pakaian bekas pakai kami itu akan diberikan kepada siapapun yang mau memakainya dan akan kami drop ke rumah mertua saya. Biasanya pakaian-pakaian suami saya berupa kaos, kemeja dan celana panjang akan turun pakai ke adik-adik suami saya. Yah, adik beradik suami saya berjumlah 4 orang dan semuanya laki-laki, jadi barang yang turun temurun seperti ini pastinya sudah menjadi hal yang biasa di keluarga kami. Sementara pakaian bekas pakai saya akan diberikan kepada siapapun yang suka. Karena saya tidak punya adik perempuan tentu saja tidak berlaku hukum turun temurun seperti suami saya J

Kami mulai membongkar dan merapikan isi lemari kami pukul 9 pagi dan selesai pukul 10 pagi, dibantu
dhimas, tentu saja. Anak laki-laki saya ini dengan senangnya membantu melipat dan memasukkan pakaian
yang hendak kami eksekusi kedalam kardus air mineral. Dengan hasil yang justru semakin berantakan tentu saja, hahaha. Tapi tak apa, yang penting niat dan tujuan anak laki-laki kebanggan saya ini sudah benar, bukan?

Alhasil, terkumpulah beberapa kaos santai milik suami yang sudah kekecilan, beberapa kemeja dan celana kain panjang, ditambah beberapa kaos berlengan pendek dan pakaian muslimah milik saya yang sudah sesak bila dipakai, celana jeans yang sudah terlalu ketat dan sebuah kebaya. Selesai itu saya mandi dan segera bersiap-siap untuk ke rumah mertua saya.
Selasai mandi dan hendak mengepak kardus, tiba-tiba datang ibu saya mengatakan kalau kardus kami masih muat diisi beberapa pakaian lagi, ada beberapa pakaian muslimah milik ibu yang sudah tak terpakai lagi. Alhamdulillah, bertambah lagi jumlah pakaian perempuan yang bisa disumbangkan. Kemudian saya dan ibu saya pergi kekamar beliau dan mulai memilah-milah pakaian yang hendak disumbangkan beliau. Selesainya, ibu saya kemudian mengeluarkan 2 model gamis yang seingat saya baru dipakai beliau sekali.

“yg itu mw ikut dikarduskan juga, ma?” tanya saya
“nggg...”beliau ragu sejenak, “keliatannya malah muat ke kamu. Buat kamu ja.”

Saya terperangah, tapi senang. Hehe. Gamis-gamis milik ibu memang selalu saya suka. Modelnya sederhana tapi bersahaja dan tetap modis. Akhirnya saya coba kedua gamis tadi dan alhamdulillah pas! Pas modelnya, pas pula dengan kebutuhan saya. Saya memang berniat untuk membeli 1 buah gamis lagi nanti. Apa ibu saya punya kemampuan membaca pikiran ya?

Setelah mengucapkan terimakasih sambil mesem-mesem kegirangan saya segera ke kamar saya dan menunjukkan kepada suami saya. Reaksi pertama suami saya jelas hanya tersenyum. Reaksi kedua cuma bilang “rejeki”. Iya!! Rejeki ini namanya. Rejeki yang datang sebagai balasan dari niat bersedakah yang baru sebatas niat, yang belum sampai ke tangan yang membutuhkan.

Setelah lewat beberapa hari dari hari Minggu itu, saya dan suami, sedang mengobrol di ruang kerja suami saya yang masih menumpang di garasi milik Bapak saya. Obrolan kami ketika itu, seingat saya, tentang keinginan kami pergi berumrah. Lalu kami menyinggung soal rejeki yang datangnya selalu dari arah yang tidak pernah kita duga-duga. Wujudnya pun bisa bermacam-macam. Peristiwa hari Minggu itulah bukti nyatanya. Bukti yang sangat kecil diantara kuasa Allah Swt. Kami jadi teringat tausyiah ust. Yusuf Mansur yang selalu mengutamakan konsep sedekah. Dengan sedekah membuat kita jadi dimudahkan oleh Allah Swt untuk mendatangkan rejeki berikutnya. Ini rupanya yang hendak disampaikan beliau mengenai rahasia mulia dalam seni mencari rejeki.

Alhamdulillah.
Di penghujung hari Minggu itu, kami semua mendapat balasan langsung dari niat kami. Saya memperoleh gamis milik ibu saya yang sudah kesempitan. Suami saya mendapatkan oleh-oleh kaos santai dari adik saya yang pulang jalan-jalan dari Kuching. Dan ibu saya dihadiahi sebuah tas Burberry cantik dari salah seorang muridnya.
Alhamdulillah wa syukurillah
0 Responses